Sosok remaja,
merupakan sosok yang sarat dengan berbagai permasalahan. Hampir setiap aspek
kehidupan yang dilalui remaja selalu membawa permasalahan. Mengapa demikian ?
Karena remaja merupakan “pusat kehidupan”. Pada masa remaja itulah irama
kehidupan yang sesungguhnya sedang dimulai. Pada masa remaja itulah masa
mencari sedang diawali, oleh karena itulah dalam rangka “menemukan” itulah
remaja sering terbentur dengan berbagai masalah, baik masalah yang berdimensi
sosial, psikologis maupun personal. Salah satu masalah yang sering membelit
remaja adalah masalah “Cinta Sex dan Pergaulan”.
Dalam
menterjemahkan ketiga hal tersebut remaja sering terpeleset sehingga sebagian
remaja sering menjadi korban dari masalah cinta sex dan pergaulannya.
Keterpelesetan tersebut terjadi karena ketidaktahuannya remaja tentang Cinta
Sex dan Pergaulan itu sendiri. Dalam menterjemahkan sex, cinta dan pergaulan,
remaja sering mencampuradukkan ketiga hal tersebut sehingga makna dari cinta,
sex dan pergaulan itu menjadi absurt di mata remaja.
Perilaku sexual
tidak lepas dari perkembangan kepribadian secara umum. dalam kaitannya dengan
cinta, perilaku sexual banyak dipengaruhi oleh proses percintaan itu sendiri.
Akan tetapi mencampur adukkan antara perilaku cinta dengan perilaku sexual
adalah merupakan keputusan yang sangat salah. Hal inilah (mencampur adukkan
antara cinta dan sex) yang harus diluruskan pada konsep yang semestinya.
Remaja bercinta itu
wajar. Sebab bercinta (dalam arti jatuh cinta) bagi remaja adalah dorongan
instingtif yang bersifat alami. Akan tetapi remaja harus menyadari bahwa antara
dunia cinta dan sex merupakan lahan yang sangat berbeda. Antara cinta dan sex
memang merupakan dua hal yang saling bersinggungan, tetapi keduanya tidak
identik. Fenomena pergaulan dan percintaan remaja yang tampak ada akhir-akhir
ini adalah mengarah pada pengaburan arti cinta dan sex. Mereka saling
mengartikan bahwa cinta itu identik dengan sex, sehingga tidak jarang remaja
putra dan putri melakukan hubungan sex sebelum nikah demi membuktikan kadar cinta mereka. Tentu kondisi yang demikian ini sangat memprihatinkan
kita semua.
Data dari berbagai
penelitian tentang perilaku sex remaja yang dilakukan para pakar sexologi dan
remaja mendukung sinyalemen di atas. Sarwono (1981) dalam penelitiannya terhadap
remaja di Jakarta memperoleh data bahwa sebagian besar remaja (53,6%) tertarik
pada masalah hubungan sex sebelum perkawinan. Sudiat (1985) dari RS Dr. Kariadi
Semarang dalam laporan penelitiannya melaporkan bahwa kelainan genekologis pada
remaja putri usia 13-20 yang memeriksakan diri, sebagian besar yaitu 32% dari
859 (atau =273) mengalami kerusakan selaput dara (Hymen) karena dorongan benda
keras, lunak, yang diperkirakan karena hubungan persenggamaan. Sedangkan pakar
sexologi Pangkahila (1981) dalam suatu penelitian pendahuluan terhadap remaja
di pulau Bali mendapatkan angka 27-28% remaja di Bali pernah melakukan hubungan
sex. Penelitian Istiati (1981) dosen UNISRI Solo melaporkan 73 dari 95
mahasiswa Solo dan remaja diluar kampus wilayah Solo pernah atau mempunyai
teman hamil sebelum menikah. Penelitian paling muahir yang dilakukan Mochtadi
(1985) di Jawa Tengah melaporkan bahwa 8% dari 630283 orang (37.000) pelajar
SLTA di Jawa Tengah telah berhubungan sex. 60% melakukan kegiatan sex bebasnya di
rumah sendiri dan 40% dilakukan di hotel atau diluar rumah. Kondisi yang
dilaporkan oleh para pakar peneliti tersebut tentu sangat memprihatinkan kita
bila kita hanya melihat dari sudut kejadiannya semata-mata. Yang lebih kita
sikapi dalam hal ini adalah mengapa dan bagaimana mereka (para remaja) tadi
bisa melakukan hal-hal seperti itu ? Secara psikologis kejadian tersebut
terjadi karena pengaruh dorongan sex yang timbul seiring dengan matngnya alat
reproduksi. rasa ingin tahu, sulit mengendalikan dorongan sex yang ada dan
ditambah derasnya bernagai rangsangan sosial yang muncul dari sarana informasi
dan komunikasi yang berlebihan. Kondisi demikian menggambarkan rendahnya
pengetahuan remaja tentang sex dan aktivitasnya, sehingga mereka sering membuat
keputusan yang salah.
Sexs sesungguhnya
merupakan hal yang tidak haram, bahkan merupakan hal yang suci, selama sex itu
diperlakukan sesuai dengan kaidah dan norma yang ada. Seks sebanarnya merupakan
hal yang agung, suci dan sakral, akan tetapi karena ulah orang-orang yang tidak
bertanggungjawab, seperti mereka yang melacur, yang vulgar, yang komersial dan
yang hanya memandang sex sebagai pemuas nafsu rendah sajalah sehingga
kesakralan dan kesucian seks itu hilang, bahkan seakan akan seks merupakan hal
yang tabu untuk disentuh.
Keingintahuan
remaja tentangmasalah cinta dan sex adalah merupakan kebutuhan yang wajar.
Aktifitas sex memang harus diketahui oleh remaja. Sebab tanpa pemahaman yang
benar tentang sex ini maka para remaja (khususnya remaja putri) akan mudah tergelincir
dan menjadi korban penyalahgunaan sex dan menimbulkan kerugian yang maha dasyat
yang tak akan tertebus sepanjang hayat. Bila suatu kecelakaan sexual terjadi,
maka pihak wanitalah yang pertama akan menjadi korban dan menderita kerugian.
Oleh karena itulah wanita harus lebih tegas, lebih pintar dalam menjaga
kehormatan dirinya. Para wanita (baca: remaja putri) harus tegas menolak segala
bentuk hubungan yang berkaitan dengan aktivitas sexual (kissing, Necking,
Petting, Intercrouse). Karena mau tidak mau wanita sendirilah yang akan
menanggung kerugian yang lebih besar. Untuk itulah maka pemahaman wanita
(remaja putri) terhadap pemahaman sexual ini harus benar-benar lebih tekun dan
akurat. Remaja putri harus paham dan mengetahui apa yang bisa terjadi pada
dirinya dengan cara mencari tahu dari sumber informasi yang benar bisa
dipertanggung jawabkan dari berbagai segi.
Kalau arahnya
mengembangkan cinta yang agung dan baru boleh menyentuh kawasan sex secara suci
setelah menikah, maka strategi yang dipasang harus menuju kearah sana. Namun
sebaliknya kalau arah orang tua penekanannya pada masalah “Asal tidak hamil”
maka pola KB remaja dalam artian harafiah adalah merupakan pola yang paling
baik (tapi mungkinkah ini terjadi di negeri kita yang religius?)
Bagaimanapun juga
perilaku sex pada remaja, selain dipengaruhi oleh faktor endogen dari dalam tubuh sendiri adan faktor eksogen dari lingkungan dan juga masih tergantung dari
pengaruh pola didik dan perilaku orang tua. Kalu ibunya dan bapaknya baik, Insya
Allah anak keturunannya juga relatif baik, ini artinya peranan orang tua
sebagai panutan tidak kecil. Namun demikian tanggung jawab tetap ada pada
remaja. Jangan semata-mata menyalahkan orang tua bila terjadi penyalahgunaan
sex. Ini yang perlu dikecam juga.
No comments:
Post a Comment